Senin, 18 Juni 2012

makalah hadits ke 19


KATA PENGANTAR

 syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Hadits Ke 19”.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam (Hadits II) Fakultas FAI Universitas Muhammadiyah Kupang.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini,
penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.



Kupang, 12 Juni 2012



Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………...                        i
DAFTAR ISI……………………………………………………………......                        ii
BAB I PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG……………………………………………....           1
  2. RUMUSAN MASALAH……………………………………………          1
  3. TUJUAN…………………………………………………….............           2
BAB II PEMBAHASAN
1.      Hadits Kesembilan Belas……………………………………………            3
2.      Terjemah hadits ……………………………………………………..            3
3.      Pelajaran yang terdapat dalam hadits………………………………..           4
4.      Kedudukan Hadits…………………………………………………...          4
5.      Menjaga Alloh…………………………………………………….....           4
6.      Penjagaan Alloh……………………………………………………...           5
7.      Hanya Meminta Kepada Alloh………………………………………           5
8.      Tawakal……………………………………………………...............            5
9.      Sabar Dan Ridho……………………………………………………..          5
10.  Beberapa Masalah Penting yang Terkandung Dalam Hadits Ini…....            6
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN……………………………………………………...           9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….....           10



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-qur’an. Sangat fundament sekali bagi ummad Islam untuk mengetahuinya dan memahaminya. Seatu hal keniscayaan bagi ummad Islam jika sampai merasa asing dengan hadis itu sendiri. Karena Al-qur’an sebagai pedoman sentral itu perlu adanya penjelasan yang biasanya itu biasanya terdapat dalam hadis itu sendiri.
Hadis yang merupakan hasil pengamatan dari para sahabat terhadap nabi Muhammad pada saat itu perlu adanya semacam penelitian baik itu dilihat dari sejarahnya maupun dari hadis itu sendiri. Dari segi sejarah sudah jelas bahwa hadis pada masa Rasullah itu kurang mendapat perhatian. Karena Nabi sendiri khawatir akan bercampur adukan dengan Al-Qur’an yang dihafalkan oleh sahabatnya. Sehingga beliau tidak memerintahkan penulisan hadis itu sendiri. Sedengkan kajian hadis yang kedua bisa dilakungan dengan menilai kebenaran hadis itu sendiri (matannya atau pun perawinya).
Maka dari itu, perlu kita ketahui eksistensi hadis pada masa Rasulullah sehingga hadis tetap pada saat ini dan menjadi sumber hukum Islam yang kedua. Karena yang pertama sudah jelas bahwa hadis merupakan hasil pengamatan para shahabat terhadap Nabi baik itu dilihat dari tingkahlaku, kebiasaan, teguran serta jawaban Nabi terhadap permasalah atau pertanyaan yang diajukan oleh para shahabatnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Hadits Kesembilan Belas
2.      Terjemah hadits
3.      Pelajaran yang terdapat dalam hadits
4.      Kedudukan Hadits
5.       Menjaga Alloh
6.       Penjagaan Alloh
7.       Hanya Meminta Kepada Alloh
8.       Tawakal
9.      Sabar Dan Ridho
10.  Beberapa Masalah Penting yang Terkandung Dalam Hadits Ini
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar seluruh mahasiswa mampu memahami isi dari hadits tersebut dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Hadits Kesembilan Belas
عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً، فَقَالَ : يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اْحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ  يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفِ
[رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي: احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ، وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً].
2.      Terjemah hadits
Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau berkata : Suatu saat saya berada dibelakang nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda : Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkara: Jagalah Allah, niscaya dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu , niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.
(Riwayat Turmuzi dan dia berkata : Haditsnya hasan shahih). Dalam sebuah riwayat selain Turmuzi dikatakan : Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya didepanmu. Kenalilah Allah di waktu senggang niscaya Dia akan mengenalmu di waktu susah. Ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput darimu tidaklah akan menimpamu dan apa yang  ditetapkan akan menimpamu tidak akan luput darimu, ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran dan kemudahan bersama kesulitan dan kesulitan bersama kemudahan).

3.      Pelajaran yang terdapat dalam hadits
a.       Perhatian Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam mengarahkan umatnya serta menyiapkan generasi mu’min idaman.
b.      Termasuk adab pengajaran adalah menarik perhatian pelajar agar timbul keinginannya terhadap pengetahuan sehingga hal tersebut lebih terkesan dalam dirinya.
c.       Siapa yang konsekwen melaksanakan perintah-perintah Allah, nicsaya Allah akan menjaganya di dunia dan akhirat.
d.      Beramal shalih serta melaksanakan perintah Allah dapat menolak bencana dan mengeluarkan seseorang dari kesulitan.
e.       Tidak mengarahkan permintaan apapun (yang tidak dapat dilakukan makhluk) selain kepada Allah semata.
f.       Manusia tidak akan mengalami musibah kecuali berdasarkan ketetapan Allah ta’ala.
g.      Menghormati waktu dan menggunakannya kepada sesuatu yang bermanfaat  sebagaimana Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam memanfaatkan waktunya saat beliau berkendaraan.

4.      Kedudukan Hadits
Hadits ini sangat agung karena memuat wasiat Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat penting.

5.      Menjaga Alloh
Menjaga Alloh adalah dengan cara menjaga hak-hakNya. Hak-hak Alloh ada dua macam, yaitu hak-hak yang wajib dan hak-hak yang sunnah. Dengan menunaikan kewajiban, dan memelihara sunnah berarti telah menjaga Alloh. Menjaga Alloh dalam batasan yang wajib yaitu menegakan tauhid, dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Lebih dari itu adalah sunnah. Manusia berbeda-beda derajatnya dalam menjaga Alloh.

6.      Penjagaan Alloh
Penjagaan Alloh terhadap manusia terwujud dalam dua bentuk, yaitu:
  1. Menjaga urusan dunianya, dalam bentuk menyehatkan badanya, melapangkan rezekinya, menjaga anak dan istrinya, dan lain-lain.
  2. Menjaga urusan agamanya. Poin ini lebih penting dan lebih bernilai dari pada poin sebelumnya. Bentuk penjagaannya berupa: hatinya bersih dari kotoran syubhat, senantiasa terikat dengan Alloh, penuh rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertaubat kepada-Nya, dan anggota badanya terbebas dari memperturutkan hawa nafsu. Melalaikan menjaga Alloh dapat berakibat hilangnya penjagaan Alloh terhadap dirinya.

7.      Hanya Meminta Kepada Alloh
Hukum meminta hanya kepada Alloh ada dua macam:
  1. Wajib, yaitu meminta sesuatu yang tidak bisa melakukannya kecuali Alloh. Inilah tauhid dalam meminta di mana jika dipalingkan kepada selain Alloh hukumnya syirik.
  2. Sunnah, yaitu dalam hal yang manusia mampu untuk melakukannya dan dia mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.

8.      Tawakal
Makna tawakal kepada Alloh adalah mengambil sebab yang diperintahkan kemudian menyerahkan urusannya kepada-Nya. Tawakal kepada Alloh merupakan wujud keimanan yang sangat penting, bahkan merupakan wujud keimanan para nabi. Dan tawakal kepada makhluk adalah perbuatan yang sangat tercela. Sekalipun makhluk mampu untuk melakukan apa yang kita inginkan, kita tidak boleh bertawakal kepadanya.

9.      Sabar Dan Ridho
Sabar, khususnya ketika mendapatkan kesulitan adalah menjaga hati dari menggerutu, menjaga lisan dari berkeluh kesah dan menjaga diri dari perbuatan yang terlarang. Ketika tertimpa musibah, di samping wajib untuk bersabar, juga disunahkan untuk ridho bahkan jika mampu, bersyukur.
Ridho terhadap musibah adalah yakin bahwa akibat dari musibah tersebut baik baginya, maka tak ada perasaan seandainya musibah tersebut tidak datang. Adapun ridho yang hukumnya wajib yaitu ridho terhadap perbuatan Alloh yang telah mendatangkan musibah. Dengan demikian terkait dengan musibah ada dua bentuk keridhoan, yaitu:
  1. Ridho terhadap perbuatan Alloh, hukumnya wajib.
  2. Ridho terhadap musibah itu sendiri, hukumnya sunnah

10.  Beberapa Masalah Penting yang Terkandung Dalam Hadits Ini
a.       Penjagaan dari Allah ta’ala bagi seorang hamba yang menjaga batasan-batasan syariat-Nya, yang dalam hal ini berlaku ketentuan dari Allah ta’ala yang disebut,  “Balasan yang sesuai dengan jenis perbuatan.”
b.      Makna “Penjagaan hamba (terhadap batasan-batasan syariat Allah)” adalah menjaga hak-hak Allah dengan menunaikannya, menjaga batasan-batasan-Nya dengan tidak melanggarnya, dan menjaga perintah dan larangan-Nya dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dan barang siapa yang melaksanakan hal-hal tersebut di atas, maka dia termasuk orang-orang yang menjaga batasan-batasan (syariat) Allah ta’ala yang dipuji oleh Allah ta’ala dalam Al Qur’an (dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam),
c.       Adapun makna “penjagaan Allah ta’ala terhadap hamba (yang menjaga batasan-batasan syariat-Nya)”, maka hal ini meliputi dua macam penjagaan:
Ø  Penjagaan Allah ta’ala terhadap hamba dalam urusan-urusan dunianya, seperti penjagaan Allah terhadap (kesehatan) badannya, juga terhadap istri, keturunan dan hartanya. Maka barangsiapa yang menjaga (batasan-batasan syariat)-Nya di masa kecilnya dan di kala (fisiknya masih) kuat, maka Allah ta’ala akan menjaganya di masa tuanya dan di kala (fisiknya telah) lemah, dan Allah akan menguatkan pendengaran, penglihatan, kesehatan dan akalnya. Salah seorang ulama salaf yang telah mencapai usia lebih dari seratus tahun, akan tetapi kondisi fisik dan akalnya tetap kuat, maka suatu hari dia melakukan suatu lompatan yang sangat kuat, sehingga orang-orang menegurnya, maka dia pun berkata: “(Seluruh) anggota badanku ini sejak kecil (selalu) aku jaga dari perbuatan maksiat, maka Allah ta’ala pun menjaganya ketika aku telah tua.”
Ø  Penjagaan Allah ta’ala terhadap hamba dalam agama dan keimanannya, dan penjagaan ini adalah penjagaan yang paling utama. Allah ta’ala menjaga hamba ini dalam kehidupannya dari fitnah-fitnah syubhat (kerancuan dalam memahami agama/pengaburan yang benar dan yang batil) yang menyesatkan dan fitnah-fitnah syahwat (memperturutkan nafsu) yang diharamkan oleh Allah ta’ala, dan Allah ta’ala akan selalu menjaga dan meneguhkan imannya sampai di akhir hayatnya dan mewafatkannya dengan husnul khatimah (meninggal dunia di atas keimanan), semoga Allah ta’ala menganugrahkan kepada kita semua penjagaan ini.
d.      Dan dipahami dari hadits ini, bahwa barangsiapa yang tidak menjaga (batasan-batasan syariat) Allah ta’ala, dengan tidak mengindahkan perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya, maka Allah ta’ala pun akan menyia-nyiakannya dan menjadikannya lupa akan (kemaslahatan) dirinya sendiri,
e.       Makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “… Maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu…” adalah: Allah ta’ala akan selalu bersamamu dalam semua keadaan, Dia akan selalu melindungimu, menolongmu dan menjagamu, dan inilah (yang disebut dengan) “Al Ma’iyyah al khaashshah” (kebersamaan Allah ta’ala dengan hambanya yang bersifat khusus) yang mengandung arti pertolongan, dukungan, penjagaan dan perlindungan (dari Allah ta’ala bagi hambanya) (Lihat Bahjatun nazhirin, 1/135),
f.       Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mentauhidkan (mengesakan) Allah ta’ala dalam meminta (berdoa) dan memohon pertolongan, dan untuk tidak meminta sesuatu pun kepada makhluk,
g.      Segala sesuatu yang menimpa seorang hamba dalam kehidupan di dunia, yang baik maupun yang buruk, telah ditakdirkan (ditetapkan) oleh Allah ta’ala, maka tidak mungkin akan menimpanya kecuali sesuatu yang telah tetapkan akan menimpanya, dan sesuatu yang telah Allah ta’ala tetapkan akan menimpanya tidak akan luput darinya, dan upaya keras semua makhluk untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah ta’ala tidak akan bermanfaat, maka ini semua seharusnya menjadikan seorang hamba senantiasa mentauhidkan (mengesakan) Allah ta’ala dalam meminta (berdo’a), memohon pertolongan, menghinakan dan merendahkan diri di hadapan Allah ta’ala, dan mengesakan-Nya dalam beribadah dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya,
h.      Barangsiapa yang mengenal Allah ta’ala sewaktu dalam keadaan lapang dan sehat, dengan bertakwa dalam melaksanakan ketaatan kepadanya, maka Allah ta’ala akan mengenal (menolong)nya sewaktu dia dalam keadaan susah,

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Hadits pada masa Rasul atau dengan kata lain pada periode pertama memang kurang mendapat perhatian dari Nabi Muhammad Saw. Menurut beliau, ditakutkan akan bercampur dengan Al-Qur’an. Disini lain pada saat itu para sahabat sedikit sekali yang bisa menulis, mereka lebih mengandalkan daya hafalan untuk mengingatnya.
Para sahabat untuk mendapatkan hadits memang cukup mudah. Yang mana Nabi dapat dijumpai oleh mereka baik itu dipasar di rumah, Masjid atau pun dimana saja. Nabi tidak harus berdiam diri dirumah atau bahkan orang-orang tertentu yang bisa menemui beliau itu tidak berlaku. Bahkan para sahabat meresa sangat dekat dengannya, sehingga meskipun masalah pribadi sahabat dicurhatkan pada Nabi, dan beliaupun selalu menanggapi apa yang mereka sampaikan dan memberi solusinya berdasarkan ajaran agama Islam itu sendiri.
Akan tetapi mengenai tanggapan Nabi sendiri pada penulisan Hadist itu Nabi melarangnya, sedangkan untuk keperluan pribadi beliau mengizinkan. Atau larangan penulisan Hadits itu bersifat umum, sedangkan ijin untuk menulis Hadits khusus kepada sahabat tertentu saja.

DAFATAR PUSTAKA

Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id
Penyusun: Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)











TUGAS
HADITS II
“Hadits Ke 19”








MUHAMAD NAJMUDIN





JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG
                                                          2012                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar