KATA PENGANTAR
syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Hadits Ke 19”.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam (Hadits
II) Fakultas FAI Universitas Muhammadiyah Kupang.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan penelitian ini,
penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan
yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan
semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih
banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Kupang, 12 Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………...... ii
BAB I PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG…………………………………………….... 1
- RUMUSAN MASALAH…………………………………………… 1
- TUJUAN……………………………………………………............. 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Hadits Kesembilan Belas…………………………………………… 3
2. Terjemah hadits …………………………………………………….. 3
3.
Pelajaran
yang terdapat dalam hadits……………………………….. 4
4. Kedudukan Hadits…………………………………………………... 4
5.
Menjaga Alloh……………………………………………………..... 4
6.
Penjagaan Alloh……………………………………………………... 5
7.
Hanya Meminta Kepada Alloh……………………………………… 5
8.
Tawakal……………………………………………………............... 5
9. Sabar Dan Ridho…………………………………………………….. 5
10. Beberapa Masalah Penting yang Terkandung
Dalam Hadits Ini….... 6
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN……………………………………………………... 9
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum Islam yang
kedua setelah Al-qur’an. Sangat fundament sekali bagi ummad Islam untuk
mengetahuinya dan memahaminya. Seatu hal keniscayaan bagi ummad Islam jika
sampai merasa asing dengan hadis itu sendiri. Karena Al-qur’an sebagai pedoman
sentral itu perlu adanya penjelasan yang biasanya itu biasanya terdapat dalam
hadis itu sendiri.
Hadis yang merupakan hasil pengamatan
dari para sahabat terhadap nabi Muhammad pada saat itu perlu adanya semacam
penelitian baik itu dilihat dari sejarahnya maupun dari hadis itu sendiri. Dari
segi sejarah sudah jelas bahwa hadis pada masa Rasullah itu kurang mendapat
perhatian. Karena Nabi sendiri khawatir akan bercampur adukan dengan Al-Qur’an
yang dihafalkan oleh sahabatnya. Sehingga beliau tidak memerintahkan penulisan
hadis itu sendiri. Sedengkan kajian hadis yang kedua bisa dilakungan dengan
menilai kebenaran hadis itu sendiri (matannya atau pun perawinya).
Maka dari itu, perlu kita ketahui
eksistensi hadis pada masa Rasulullah sehingga hadis tetap pada saat ini dan
menjadi sumber hukum Islam yang kedua. Karena yang pertama sudah jelas bahwa
hadis merupakan hasil pengamatan para shahabat terhadap Nabi baik itu dilihat
dari tingkahlaku, kebiasaan, teguran serta jawaban Nabi terhadap permasalah
atau pertanyaan yang diajukan oleh para shahabatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Hadits Kesembilan Belas
2. Terjemah hadits
3.
Pelajaran
yang terdapat dalam hadits
4. Kedudukan Hadits
5.
Menjaga Alloh
6.
Penjagaan Alloh
7.
Hanya Meminta Kepada Alloh
8.
Tawakal
9. Sabar Dan Ridho
10. Beberapa Masalah Penting yang Terkandung
Dalam Hadits Ini
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah agar seluruh mahasiswa mampu memahami isi dari hadits tersebut dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Hadits Kesembilan Belas
عَنْ أَبِي
الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنْتُ
خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً، فَقَالَ : يَا
غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اْحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ
تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ
فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى
أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ
كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ
يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ
وَجَفَّتِ الصُّحُفِ
[رواه
الترمذي وقال : حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي: احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ
أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ،
وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ
يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ
الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً].
2.
Terjemah hadits
Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau
berkata : Suatu saat saya berada dibelakang nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam,
maka beliau bersabda : Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa
perkara: Jagalah Allah, niscaya dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia
akan selalu berada dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika
kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah
sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu
atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa
yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk
mencelakakanmu atas sesuatu , niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali
kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran
telah kering.
(Riwayat Turmuzi dan dia berkata : Haditsnya hasan shahih). Dalam
sebuah riwayat selain Turmuzi dikatakan : Jagalah Allah, niscaya engkau akan
mendapatkan-Nya didepanmu. Kenalilah Allah di waktu senggang niscaya Dia akan
mengenalmu di waktu susah. Ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput darimu
tidaklah akan menimpamu dan apa yang ditetapkan akan menimpamu tidak akan
luput darimu, ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran dan kemudahan
bersama kesulitan dan kesulitan bersama kemudahan).
3. Pelajaran yang terdapat
dalam hadits
a.
Perhatian Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam mengarahkan umatnya serta menyiapkan
generasi mu’min idaman.
b.
Termasuk adab pengajaran
adalah menarik perhatian pelajar agar timbul keinginannya terhadap pengetahuan
sehingga hal tersebut lebih terkesan dalam dirinya.
c.
Siapa yang konsekwen
melaksanakan perintah-perintah Allah, nicsaya Allah akan menjaganya di dunia
dan akhirat.
d.
Beramal shalih serta
melaksanakan perintah Allah dapat menolak bencana dan mengeluarkan seseorang
dari kesulitan.
e.
Tidak mengarahkan permintaan
apapun (yang tidak dapat dilakukan makhluk) selain kepada Allah semata.
f.
Manusia tidak akan mengalami
musibah kecuali berdasarkan ketetapan Allah ta’ala.
g.
Menghormati waktu dan
menggunakannya kepada sesuatu yang bermanfaat sebagaimana Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam memanfaatkan waktunya saat beliau berkendaraan.
4.
Kedudukan Hadits
Hadits ini sangat agung karena memuat wasiat
Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat penting.
5.
Menjaga Alloh
Menjaga Alloh adalah
dengan cara menjaga hak-hakNya. Hak-hak Alloh ada dua macam, yaitu hak-hak yang
wajib dan hak-hak yang sunnah. Dengan menunaikan kewajiban, dan memelihara
sunnah berarti telah menjaga Alloh. Menjaga Alloh dalam batasan yang wajib
yaitu menegakan tauhid, dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan. Lebih dari itu adalah sunnah. Manusia berbeda-beda derajatnya dalam
menjaga Alloh.
6.
Penjagaan Alloh
Penjagaan Alloh terhadap manusia terwujud dalam dua bentuk, yaitu:
Penjagaan Alloh terhadap manusia terwujud dalam dua bentuk, yaitu:
- Menjaga
urusan dunianya, dalam bentuk menyehatkan badanya, melapangkan rezekinya,
menjaga anak dan istrinya, dan lain-lain.
- Menjaga
urusan agamanya. Poin ini lebih penting dan lebih bernilai dari pada poin
sebelumnya. Bentuk penjagaannya berupa: hatinya bersih dari kotoran
syubhat, senantiasa terikat dengan Alloh, penuh rasa harap kepada-Nya,
senantiasa bertaubat kepada-Nya, dan anggota badanya terbebas dari
memperturutkan hawa nafsu. Melalaikan menjaga Alloh dapat berakibat
hilangnya penjagaan Alloh terhadap dirinya.
7.
Hanya Meminta Kepada Alloh
Hukum meminta hanya kepada Alloh ada dua macam:
Hukum meminta hanya kepada Alloh ada dua macam:
- Wajib,
yaitu meminta sesuatu yang tidak bisa melakukannya kecuali Alloh. Inilah
tauhid dalam meminta di mana jika dipalingkan kepada selain Alloh hukumnya
syirik.
- Sunnah,
yaitu dalam hal yang manusia mampu untuk melakukannya dan dia mampu
melakukan sendiri tanpa bantuan.
8.
Tawakal
Makna tawakal kepada
Alloh adalah mengambil sebab yang diperintahkan kemudian menyerahkan urusannya
kepada-Nya. Tawakal kepada Alloh merupakan wujud keimanan yang sangat penting,
bahkan merupakan wujud keimanan para nabi. Dan tawakal kepada makhluk adalah
perbuatan yang sangat tercela. Sekalipun makhluk mampu untuk melakukan apa yang
kita inginkan, kita tidak boleh bertawakal kepadanya.
9.
Sabar Dan Ridho
Sabar, khususnya ketika mendapatkan kesulitan
adalah menjaga hati dari menggerutu, menjaga lisan dari berkeluh kesah dan
menjaga diri dari perbuatan yang terlarang. Ketika tertimpa musibah, di samping
wajib untuk bersabar, juga disunahkan untuk ridho bahkan jika mampu, bersyukur.
Ridho terhadap musibah adalah yakin bahwa akibat
dari musibah tersebut baik baginya, maka tak ada perasaan seandainya musibah
tersebut tidak datang. Adapun ridho yang hukumnya wajib yaitu ridho terhadap
perbuatan Alloh yang telah mendatangkan musibah. Dengan demikian terkait dengan
musibah ada dua bentuk keridhoan, yaitu:
- Ridho terhadap perbuatan Alloh,
hukumnya wajib.
- Ridho terhadap musibah itu
sendiri, hukumnya sunnah
10. Beberapa Masalah Penting yang Terkandung Dalam Hadits Ini
a.
Penjagaan dari Allah ta’ala bagi seorang hamba yang menjaga
batasan-batasan syariat-Nya, yang dalam hal ini berlaku ketentuan dari Allah ta’ala
yang disebut, “Balasan yang sesuai
dengan jenis perbuatan.”
b.
Makna “Penjagaan hamba (terhadap batasan-batasan syariat
Allah)” adalah menjaga hak-hak Allah dengan menunaikannya, menjaga
batasan-batasan-Nya dengan tidak melanggarnya, dan menjaga perintah dan larangan-Nya dengan
melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dan barang
siapa yang melaksanakan hal-hal tersebut di atas, maka dia termasuk orang-orang
yang menjaga batasan-batasan (syariat) Allah ta’ala yang dipuji oleh
Allah ta’ala dalam Al Qur’an (dan hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam),
c.
Adapun makna “penjagaan Allah ta’ala terhadap hamba (yang
menjaga batasan-batasan syariat-Nya)”, maka hal ini meliputi dua macam
penjagaan:
Ø Penjagaan Allah ta’ala
terhadap hamba dalam urusan-urusan dunianya, seperti penjagaan Allah terhadap
(kesehatan) badannya, juga terhadap istri, keturunan dan hartanya. Maka
barangsiapa yang menjaga (batasan-batasan syariat)-Nya di masa kecilnya dan di
kala (fisiknya masih) kuat, maka Allah ta’ala akan menjaganya di masa
tuanya dan di kala (fisiknya telah) lemah, dan Allah akan menguatkan
pendengaran, penglihatan, kesehatan dan akalnya. Salah seorang ulama salaf yang
telah mencapai usia lebih dari seratus tahun, akan tetapi kondisi fisik dan
akalnya tetap kuat, maka suatu hari dia melakukan suatu lompatan yang sangat
kuat, sehingga orang-orang menegurnya, maka dia pun berkata: “(Seluruh) anggota
badanku ini sejak kecil (selalu) aku jaga dari perbuatan maksiat, maka Allah ta’ala
pun menjaganya ketika aku telah tua.”
Ø Penjagaan Allah ta’ala
terhadap hamba dalam agama dan keimanannya, dan penjagaan ini adalah penjagaan
yang paling utama. Allah ta’ala menjaga hamba ini dalam kehidupannya
dari fitnah-fitnah syubhat (kerancuan dalam memahami agama/pengaburan
yang benar dan yang batil) yang menyesatkan dan fitnah-fitnah syahwat
(memperturutkan nafsu) yang diharamkan oleh Allah ta’ala, dan Allah ta’ala
akan selalu menjaga dan meneguhkan imannya sampai di akhir hayatnya dan
mewafatkannya dengan husnul khatimah (meninggal dunia di atas keimanan),
semoga Allah ta’ala menganugrahkan kepada kita semua penjagaan ini.
d.
Dan dipahami dari hadits ini, bahwa barangsiapa yang tidak menjaga
(batasan-batasan syariat) Allah ta’ala, dengan tidak mengindahkan
perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya, maka Allah ta’ala pun akan
menyia-nyiakannya dan menjadikannya lupa akan (kemaslahatan) dirinya sendiri,
e.
Makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “…
Maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu…” adalah: Allah ta’ala
akan selalu bersamamu dalam semua keadaan, Dia akan selalu melindungimu,
menolongmu dan menjagamu, dan inilah (yang disebut dengan) “Al Ma’iyyah al
khaashshah” (kebersamaan Allah ta’ala dengan hambanya yang bersifat
khusus) yang mengandung arti pertolongan, dukungan, penjagaan dan perlindungan
(dari Allah ta’ala bagi hambanya) (Lihat Bahjatun nazhirin,
1/135),
f.
Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
mentauhidkan (mengesakan) Allah ta’ala dalam meminta (berdoa) dan
memohon pertolongan, dan untuk tidak meminta sesuatu pun kepada makhluk,
g.
Segala sesuatu yang menimpa seorang hamba dalam kehidupan di
dunia, yang baik maupun yang buruk, telah ditakdirkan (ditetapkan) oleh Allah ta’ala,
maka tidak mungkin akan menimpanya kecuali sesuatu yang telah tetapkan akan
menimpanya, dan sesuatu yang telah Allah ta’ala tetapkan akan menimpanya
tidak akan luput darinya, dan upaya keras semua makhluk untuk melakukan sesuatu
yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah ta’ala tidak akan bermanfaat,
maka ini semua seharusnya menjadikan seorang hamba senantiasa mentauhidkan
(mengesakan) Allah ta’ala dalam meminta (berdo’a), memohon pertolongan,
menghinakan dan merendahkan diri di hadapan Allah ta’ala, dan
mengesakan-Nya dalam beribadah dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya,
h.
Barangsiapa yang mengenal Allah ta’ala sewaktu dalam
keadaan lapang dan sehat, dengan bertakwa dalam melaksanakan ketaatan
kepadanya, maka Allah ta’ala akan mengenal (menolong)nya sewaktu dia
dalam keadaan susah,
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hadits pada
masa Rasul atau dengan kata lain pada periode pertama memang kurang mendapat
perhatian dari Nabi Muhammad Saw. Menurut beliau, ditakutkan akan bercampur
dengan Al-Qur’an. Disini lain pada saat itu para sahabat sedikit sekali yang
bisa menulis, mereka lebih mengandalkan daya hafalan untuk mengingatnya.
Para sahabat
untuk mendapatkan hadits memang cukup mudah. Yang mana Nabi dapat dijumpai oleh
mereka baik itu dipasar di rumah, Masjid atau pun dimana saja. Nabi tidak harus
berdiam diri dirumah atau bahkan orang-orang tertentu yang bisa menemui beliau
itu tidak berlaku. Bahkan para sahabat meresa sangat dekat dengannya, sehingga
meskipun masalah pribadi sahabat dicurhatkan pada Nabi, dan beliaupun selalu
menanggapi apa yang mereka sampaikan dan memberi solusinya berdasarkan ajaran
agama Islam itu sendiri.
Akan tetapi
mengenai tanggapan Nabi sendiri pada penulisan Hadist itu Nabi melarangnya,
sedangkan untuk keperluan pribadi beliau mengizinkan. Atau larangan penulisan
Hadits itu bersifat umum, sedangkan ijin untuk menulis Hadits khusus kepada
sahabat tertentu saja.
DAFATAR PUSTAKA
Sumber:
Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id
Penyusun:
Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah,
Tasikmalaya)
Dari
artikel Penjelasan Hadits
Arba’in Nawawiyah Ke-19: Menjaga Syariat Allah dan Iman Kepada Takdir —
Muslim.Or.Id by null
TUGAS
HADITS II
“Hadits Ke 19”
MUHAMAD NAJMUDIN
JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH KUPANG
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar