DAFTAR ISI
|
||||
Secara literal, riba
bermakna tambahan (al-ziyadah). Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu
al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai
dengan adanya pertukaran kompensasi. Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan,
riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan,
baik dalam kadar maupun waktunya. Di dalam kitab al-Mabsuuth, Imam
Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu al-khaaliy ‘an al-‘iwadl
al-masyruuth fi al-bai’ (kelebihan atau tambahan yang tidak disertai
kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal
terjadi pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli
terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal itu
bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual beli, dan hal
semacam itu haram menurut syariat. Dalam Kitab al-Jauharah al-Naiyyirah,
disebutkan; menurut syariat, riba adalah aqad bathil dengan sifat tertentu,
sama saja apakah di dalamnya ada tambahan maupun tidak. Perhatikanlah, anda
memahami bahwa jual beli dirham dengan dirham yang pembayarannya ditunda adalah
riba; dan di dalamnya tidak ada tambahan.
- Dilihat dari kebutuhan manusia kepada barang tersebut dengan tujuan menaikkan harga terhadap kaum muslimin.
- Penimbun barang yang berdosa adalah orang yang keluar masuk pasar untuk memborong kebutuhan pokok kaum muslimin dengan cara monopoli dan menimbunnya.
- Menyimpan bahan pokok yang melimpah melebihi kebutuhan masyarakat. Khususnya pada saat panen, untuk kemudian dijual kembali kepada masyarakat.
- Orang yang mendatangkan (impor) barang, lalu menjualnya dengan menunggu harga naik.
http://konsultasi.wordpress.com/2008/11/20/riba-definisi-hukum-dan-macamnya/Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin, 2007, Syariah Kajian Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar